Kisah inspiratif
Selasa, 21 April 2020
Mushab bin Umair,
Pemuda Masa Rasul yang Pantang Menyerah
Di zaman Rasulullah SAW,
ada seorang pemuda bernama Mush’ab bin Umair. Ia lahir pada tahun 585 M
atau terpaut empat belas tahun lebih muda, dari Rasulullah SAW. Saat
itu Rasulullah SAW berusia 40 tahun dan Mush’ab bin Umair baru berusia
26 tahun.
Mush’ab bin Umair sebelum masuk Islam, merupakan sosok pemuda yang kaya, bernampilan rupawan dan biasa dengan kenikmatan dunia.
Di tengah Kehidupan Mush’ab bin Umair, yang dikelilingi oleh kafir Quraisy, dengan budaya suka menyembah berhala, minum khamr dan lain sebagainya, Allah SWT memberikan hidayah kepadanya, sehingga dia mampu membedakan manakah agama yang baik dan mana yang menyimpang.
Ketika banyak terjadi intimidasi terhadap dakwah Rasulullah SAW, Mush’ab bin Umair menguatkan hatinya untuk memeluk Islam. Ia mendatangi Rasulullah SAW di rumah Al-Arqam, kemudian menyatakan keimanannya.
Rumah Al-Arqam terletak di bukit Shafa dan jauh dari pengawasan orang-orang kafir Quraisy. Rumah ini sekaligus menjadi rumah dakwah Rasulullah SAW secara sembunyi-sembunyi, ketika beliau mendapat intimidasi dari kafir Quraisy.
Setelah memeluk Islam, Mush’ab bin Umair menyembunyikan keislamannya. Ketika kabar dirinya telah masuk Islam diketahui oleh keluarganya, ibunya marah dan memaksanya untuk keluar dari Islam, namun Mush’ab tidak menuruti perintah ibunya.
Karena ketidaktaatannya tersebut, Ibunya tidak memberinya makan dan pakaian yang layak berhari-hari.
Walaupun hidupnya serba susah karena hukuman dari ibunya tersebut, Mush’ab tetap teguh memeluk Islam, karena baginya Islam telah membawanya ke jalan yang benar.
Suatu ketika dia datang menghadap Rasulullah SAW, dengan memakai baju yang tidak layak. Rasulullah SAW melihatnya sembari menangis, sebagaimana terekam dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib,
“Suatu hari kami duduk bersama Rasulullah SAW di masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar, dan memiliki tambalan. Ketika Rosulullah SAW melihatnya, beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu, dibandingkan dengan keadaannya sekarang” (HR. Tirmidzi no. 2427).
Setelah berhasil melewati lika-liku kehidupan yang menimpanya, Mush’ab bin Umair berubah menjadi sosok penting dalam dakwah Islam di wilayah Madinah.
Dia adalah sosok Sahabat Nabi, yang masih muda dan berhasil mengislamkan banyak orang di Madinah, Bahkan dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Mush’ab bin Umair berhasil mengislamkan hampir semua Bani Asydhal, kecuali satu orang.
Mush’ab bin Umair merupakan sosok yang pantas untuk diteladani oleh para milenial saat ini. Di usia yang masih muda, Mush’ab bin Umair sudah ikut menyebarkan dakwah Islam ke khalayak umum.
Bagi Milenial masa kini yang hidup di masa kecanggihan teknologi, sudah seharusnya ikut berperan aktif dalam menyebarkan kebenaran dan pesan-pesan damai agama, baik itu melalu tulisan, maupun video dan lain sebagainya, apalagi di era post truth seperti ini.
Selain itu, dari kisah Mush’ab bin Umair tersebut kita bisa mengerti bahwa sebuah kesuksesan membutuhkan proses yang panjang, yakni: dengan melakukan kerja cerdas, suka berbagi dan lain sebagainya.
Dan yang tidak kalah penting adalah terus berjuang tanpa lelah, sebagaimana perjuangan Mush’ab bin Umair menghadapi hukuman dari keluarganya sendiri.
Wallahu A’lam.
Mush’ab bin Umair sebelum masuk Islam, merupakan sosok pemuda yang kaya, bernampilan rupawan dan biasa dengan kenikmatan dunia.
Di tengah Kehidupan Mush’ab bin Umair, yang dikelilingi oleh kafir Quraisy, dengan budaya suka menyembah berhala, minum khamr dan lain sebagainya, Allah SWT memberikan hidayah kepadanya, sehingga dia mampu membedakan manakah agama yang baik dan mana yang menyimpang.
Ketika banyak terjadi intimidasi terhadap dakwah Rasulullah SAW, Mush’ab bin Umair menguatkan hatinya untuk memeluk Islam. Ia mendatangi Rasulullah SAW di rumah Al-Arqam, kemudian menyatakan keimanannya.
Rumah Al-Arqam terletak di bukit Shafa dan jauh dari pengawasan orang-orang kafir Quraisy. Rumah ini sekaligus menjadi rumah dakwah Rasulullah SAW secara sembunyi-sembunyi, ketika beliau mendapat intimidasi dari kafir Quraisy.
Setelah memeluk Islam, Mush’ab bin Umair menyembunyikan keislamannya. Ketika kabar dirinya telah masuk Islam diketahui oleh keluarganya, ibunya marah dan memaksanya untuk keluar dari Islam, namun Mush’ab tidak menuruti perintah ibunya.
Karena ketidaktaatannya tersebut, Ibunya tidak memberinya makan dan pakaian yang layak berhari-hari.
Walaupun hidupnya serba susah karena hukuman dari ibunya tersebut, Mush’ab tetap teguh memeluk Islam, karena baginya Islam telah membawanya ke jalan yang benar.
Suatu ketika dia datang menghadap Rasulullah SAW, dengan memakai baju yang tidak layak. Rasulullah SAW melihatnya sembari menangis, sebagaimana terekam dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib,
“Suatu hari kami duduk bersama Rasulullah SAW di masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar, dan memiliki tambalan. Ketika Rosulullah SAW melihatnya, beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu, dibandingkan dengan keadaannya sekarang” (HR. Tirmidzi no. 2427).
Setelah berhasil melewati lika-liku kehidupan yang menimpanya, Mush’ab bin Umair berubah menjadi sosok penting dalam dakwah Islam di wilayah Madinah.
Dia adalah sosok Sahabat Nabi, yang masih muda dan berhasil mengislamkan banyak orang di Madinah, Bahkan dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Mush’ab bin Umair berhasil mengislamkan hampir semua Bani Asydhal, kecuali satu orang.
Mush’ab bin Umair merupakan sosok yang pantas untuk diteladani oleh para milenial saat ini. Di usia yang masih muda, Mush’ab bin Umair sudah ikut menyebarkan dakwah Islam ke khalayak umum.
Bagi Milenial masa kini yang hidup di masa kecanggihan teknologi, sudah seharusnya ikut berperan aktif dalam menyebarkan kebenaran dan pesan-pesan damai agama, baik itu melalu tulisan, maupun video dan lain sebagainya, apalagi di era post truth seperti ini.
Selain itu, dari kisah Mush’ab bin Umair tersebut kita bisa mengerti bahwa sebuah kesuksesan membutuhkan proses yang panjang, yakni: dengan melakukan kerja cerdas, suka berbagi dan lain sebagainya.
Dan yang tidak kalah penting adalah terus berjuang tanpa lelah, sebagaimana perjuangan Mush’ab bin Umair menghadapi hukuman dari keluarganya sendiri.
Wallahu A’lam.
Komentar
Posting Komentar